Selasa, 13 Mei 2014

Adab Para Penghafal Al-Qur'an



Para penghafal Al-Qur’an mempunyai beberapa adab yang harus diperhatikan dan mereka harus melaksanaknnya, hingga mereka benar-benar menjadi golongan Al-Qur’an, seperti yang disabdakan Nabi SAW, “Sesungguhnya Allah mempunyai golongan-golongan dari manusia.” Ada yang bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Golongan Al-Qur’an. Mereka adalah golongan Allah dan orang-orang-Nya yang khusus.”
Adapun di antara adab-adabnya menurut Dr.Yusuf Al-Qardhawi ialah :

1.  Kebersamaan dengan Al-Qur’an

Penghafal Al-Qur’an harus senantiasa bersama Al-Qur’an dan mengingatkan diri dengannya agar tidak hilang dari ingatannya. Caranya ialah dengan selalu menghafalnya dan membacanya dari Mushaf atau mendengarkan dari qari’ lain, atau bisa dengan mendengarkan radio atau kaset dari qari’ yang sudah terkenal. Diantara karunia Allah, di sejumlah negara Islam selalu ada siaran radio (seperti radio Roja’ dan radio silaturahim) yang memperdengarkan bacaan Al-Qur’an, yang disertai dengan tafsir dan tajwidnya.
Dari Ibnu Umar RA. bahwasannya Nabi SAW. bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an seperti pemilik onta yang terikat tali. Jika dia menjaganya, maka onta itu akan tenang, dan jika dia melepasnya, maka ia akan pergi.” (HR. Asy-Syaikhany).
Muslim menambahi dalam riwayatnya, “Jika penghafal Al-Qur’an bangkit lalu dia membacanya pada malam dan siang hari, tentu dia akan mengingatnya, dan jika dia tidak bangkit, tentu dia akan lupa.”
Dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Alangkah buruknya seseorang diantara mereka yang berkata, “Aku lupa ayat ini dan itu, tapi dia dibuat lupa. Ingatlah Al-Qur’an, karena Al-Qur’an itu benar-benar lebih mudah lepas dari dada orang-orang daripada keledai yang terikat tali (lepas).” (HR. Bukhari & Muslim).
Dari Abu Musa Al-Asy’ary RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ikatlah diri kalian dengan Al-Qur’an. Demi yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, Al-Qur’an itu benar-benar lebih mudah lepas dari pada onta yang terikat tali (lepas).”
Penghapal Al-Qur’an harus menjadikan Mushaf sebagai kawan duduknya tatkala sendirian, sebagai pendampingnya ketika dalam keadaan takut, agar ia tidak lepas dari ingatannya. Al-Qasim bin Abdurrahman berkata, “Aku pernah berkata kepada beberapa ahli ibadah, “Apakah di sini tidak ada seseorang yang memperhatikannya?” Lalu dia mengulurkan tangan untuk meraih Mushaf lalu meletakannya di dalam biliknya, seraya berkata, “Inilah teman pendampingku.”
Melupakan hafalan Al-Qur’an ini menurut Yusuf Qardhawi lebih tepat disebut makruh. Sebab tidak selayaknya orang muslim yang sudah memiliki simpanan yang sangat berharga ini mengabaikannya, sehingga simpanan itu lepas darinya. Namun Yusuf Qardhawi khawatir jika manusia malah justru takut menghafal Al-Qur’an, karna hukum tersebut.

 
2.  Mengaplikasikan Akhlak Al-Qur’an

Seorang penghafal Al-Qur’an harus mengaplikasikan  akhlak Al-Qur’an seperti yang dilakukan Nabi SAW. Aisyah RA pernah ditanya tentang akhlak beliau. Maka dia menjawab, “Sesungguhnya akhlak Nabi ialah Al-Qur’an.”
Orang yang hafal Al-Qur’an harus menjadi cermin, sehingga manusia bisa melihat gambaran aqidah Al-Qur’an, nilai-nilainya, adab dan akhlak pada dirinya. Dia harus membaca Al-Qur’an lalu dilaksanakan ayat-ayatnya.
Ibnu Mas’ud RA berkata, “Orang yang hafal Al-Qur’an harus dikenali pada malam harinya ketika manusia tidur, dan pada siang harinya ketika manusia tertawa-tawa, dengan diamnya ketika manusia mengobrol, dengan kekhusyu’annya ketika manusia sombong. Orang yang hafal Al-Qur’an harus tenang dan lemah lembut, tidak boleh menjadi kasar, pencela, berbicara keras-keras, banyak tertawa dan tidak pula mudah marah.”
Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya kalian menjadikan bacaan Al-Qur’an sebagai etape-etape perjalanan dan menjadikan malam hari sebagai onta. Kalian menunggangi onta itu dan untuk melewati etape-etapenya. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian melihatnya sebagai risalah dari Rabb mereka. Mereka mendalaminya pada malam hari dan melaksanakannya pada siang hari.”
Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Orang yang utama dari para sahabat Rasulullah SAW pada permulaan umat ini ialah yang tidak menghafal dari Al-Qur’an melainkan satu surat atau yang semisal dengannya, namun mereka diberi karunia untuk mengamalkan Al-Qur’an. Sementara akhir umat ini membaca Al-Qur’an, diantara mereka ada anak-anak dan orang buta, namun mereka tidak diberi karunia untuk mengamalkannya.”

3.  Ikhlas dalam Mempelajari Al-Qur’an

Orang yang menghafal Al-Qur’an harus ikhlas dan memurnikan niat ketika mempelajarinya, memurnikan tujuan karena mengharapkan Ridha Allah, mempelajari dan mengajarkan karena Allah semata, bukan karena ingin menyombongkan diri di hadapan manusia dan bukan untuk mencari keduniaan.
Allah berfirman dalam Al-Kahfi:110 yang artinya :
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”
Penghafal Al-Qur’an dan pencari ilmu harus takut kepada Allah tentang dirinya, memurnikan amal bagi Allah semata. Jika dia melakukan sesuatu yang dibenci Allah, hendaklah dia segera bertaubat dan kembali kepada-Nya, lalu memulai lagi keikhlasannya dalam pencarian dan amalnya. Seorang penghafal Al-Qur’an harus lebih banyak menghafal dari yang dilakukan orang lain, sebab dengan begitu dia akan mendapatkan pahala yang lebih banyak pula daripada orang lain. Wallahua’lam.


***
          Demikianlah uraian yang telah dijelaskan oleh Dr.Yusuf Al-Qardhawi mengenai adab-adab bagi para penghafal Al-Qur’an (baik yang telah sempurna maupun yang masih proses menyempurnakan hafalan). Meski terkadang agak sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, namun usaha yang terus menerus akan menghasilkan kemudahan dan ketentraman nantinya. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang dikaruniai Allah sebagai pecinta kalam-Nya, pelestari firman-Nya, pendamba Rahmat dan Ridhonya. Aamiin :)

Oleh Hurin 'iin (H'fizha Alhaniffiah)

0 komentar:

Posting Komentar