Adapun
di antara adab-adabnya menurut Dr.Yusuf Al-Qardhawi ialah :
1. Kebersamaan dengan
Al-Qur’an
Penghafal Al-Qur’an harus senantiasa
bersama Al-Qur’an dan mengingatkan diri dengannya agar tidak hilang dari
ingatannya. Caranya ialah dengan selalu menghafalnya dan membacanya dari Mushaf
atau mendengarkan dari qari’ lain, atau bisa dengan mendengarkan radio atau
kaset dari qari’ yang sudah terkenal. Diantara karunia Allah, di sejumlah
negara Islam selalu ada siaran radio (seperti radio Roja’ dan radio silaturahim)
yang memperdengarkan bacaan Al-Qur’an, yang disertai dengan tafsir dan
tajwidnya.
Dari Ibnu Umar RA. bahwasannya Nabi
SAW. bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an
seperti pemilik onta yang terikat tali. Jika dia menjaganya, maka onta itu akan
tenang, dan jika dia melepasnya, maka ia akan pergi.” (HR. Asy-Syaikhany).
Muslim menambahi dalam riwayatnya, “Jika
penghafal Al-Qur’an bangkit lalu dia membacanya pada malam dan siang hari,
tentu dia akan mengingatnya, dan jika dia tidak bangkit, tentu dia akan lupa.”
Dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia
berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Alangkah buruknya seseorang diantara
mereka yang berkata, “Aku lupa ayat ini dan itu, tapi dia dibuat lupa. Ingatlah
Al-Qur’an, karena Al-Qur’an itu benar-benar lebih mudah lepas dari dada
orang-orang daripada keledai yang terikat tali (lepas).” (HR. Bukhari &
Muslim).
Dari Abu Musa Al-Asy’ary RA, dari Nabi
SAW, beliau bersabda, “Ikatlah diri kalian dengan Al-Qur’an. Demi yang diri
Muhammad ada di tangan-Nya, Al-Qur’an itu benar-benar lebih mudah lepas dari
pada onta yang terikat tali (lepas).”
Penghapal Al-Qur’an harus menjadikan
Mushaf sebagai kawan duduknya tatkala sendirian, sebagai pendampingnya ketika
dalam keadaan takut, agar ia tidak lepas dari ingatannya. Al-Qasim bin
Abdurrahman berkata, “Aku pernah berkata kepada beberapa ahli ibadah,
“Apakah di sini tidak ada seseorang yang memperhatikannya?” Lalu dia
mengulurkan tangan untuk meraih Mushaf lalu meletakannya di dalam biliknya,
seraya berkata, “Inilah teman pendampingku.”
Melupakan hafalan Al-Qur’an ini menurut
Yusuf Qardhawi lebih tepat disebut makruh. Sebab tidak selayaknya orang muslim
yang sudah memiliki simpanan yang sangat berharga ini mengabaikannya, sehingga
simpanan itu lepas darinya. Namun Yusuf Qardhawi khawatir jika manusia malah
justru takut menghafal Al-Qur’an, karna hukum tersebut.
2. Mengaplikasikan
Akhlak Al-Qur’an
Seorang penghafal Al-Qur’an harus
mengaplikasikan akhlak Al-Qur’an seperti
yang dilakukan Nabi SAW. Aisyah RA pernah ditanya tentang akhlak beliau. Maka
dia menjawab, “Sesungguhnya akhlak Nabi ialah Al-Qur’an.”
Orang yang hafal Al-Qur’an harus
menjadi cermin, sehingga manusia bisa melihat gambaran aqidah Al-Qur’an,
nilai-nilainya, adab dan akhlak pada dirinya. Dia harus membaca Al-Qur’an lalu
dilaksanakan ayat-ayatnya.
Ibnu Mas’ud RA berkata, “Orang yang
hafal Al-Qur’an harus dikenali pada malam harinya ketika manusia tidur, dan
pada siang harinya ketika manusia tertawa-tawa, dengan diamnya ketika manusia
mengobrol, dengan kekhusyu’annya ketika manusia sombong. Orang yang hafal
Al-Qur’an harus tenang dan lemah lembut, tidak boleh menjadi kasar, pencela,
berbicara keras-keras, banyak tertawa dan tidak pula mudah marah.”
Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya
kalian menjadikan bacaan Al-Qur’an sebagai etape-etape perjalanan dan
menjadikan malam hari sebagai onta. Kalian menunggangi onta itu dan untuk
melewati etape-etapenya. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian melihatnya
sebagai risalah dari Rabb mereka. Mereka mendalaminya pada malam hari dan
melaksanakannya pada siang hari.”
Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Orang
yang utama dari para sahabat Rasulullah SAW pada permulaan umat ini ialah yang
tidak menghafal dari Al-Qur’an melainkan satu surat atau yang semisal
dengannya, namun mereka diberi karunia untuk mengamalkan Al-Qur’an. Sementara
akhir umat ini membaca Al-Qur’an, diantara mereka ada anak-anak dan orang buta,
namun mereka tidak diberi karunia untuk mengamalkannya.”
3. Ikhlas dalam
Mempelajari Al-Qur’an
Orang yang menghafal Al-Qur’an harus
ikhlas dan memurnikan niat ketika mempelajarinya, memurnikan tujuan karena
mengharapkan Ridha Allah, mempelajari dan mengajarkan karena Allah semata,
bukan karena ingin menyombongkan diri di hadapan manusia dan bukan untuk
mencari keduniaan.
Allah
berfirman dalam Al-Kahfi:110 yang artinya :
“Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih
dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”
Penghafal
Al-Qur’an dan pencari ilmu harus takut kepada Allah tentang dirinya, memurnikan
amal bagi Allah semata. Jika dia melakukan sesuatu yang dibenci Allah,
hendaklah dia segera bertaubat dan kembali kepada-Nya, lalu memulai lagi keikhlasannya
dalam pencarian dan amalnya. Seorang penghafal Al-Qur’an harus lebih banyak
menghafal dari yang dilakukan orang lain, sebab dengan begitu dia akan
mendapatkan pahala yang lebih banyak pula daripada orang lain. Wallahua’lam.
***
Demikianlah uraian yang telah
dijelaskan oleh Dr.Yusuf Al-Qardhawi mengenai adab-adab bagi para penghafal
Al-Qur’an (baik yang telah sempurna maupun yang masih proses menyempurnakan
hafalan). Meski terkadang agak sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
namun usaha yang terus menerus akan menghasilkan kemudahan dan ketentraman
nantinya. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang dikaruniai Allah sebagai
pecinta kalam-Nya, pelestari firman-Nya, pendamba Rahmat dan Ridhonya. Aamiin
:)
Oleh Hurin 'iin (H'fizha Alhaniffiah)
0 komentar:
Posting Komentar