Selasa, 21 November 2017

Nggak Mo SHALAT? NGGAK APA-APA

Bismillah

Nggak Mo SHALAT? NGGAK APA-APA

Terkadang sebagian orang sangat rajin ibadah, misal orang sangat dermawan, tetapi tidak melaksanakan shalat, adakah ibadanya yang lain diterima oleh Allah?

Pertanyaan ini amat penting untuk dijawab dan diberikan penjelasan, mengingat ada sebagian cendikiawan muslim memberikan jawaban, “tidak diterima sedekah seseorang yang tidak shalat.” Benarkah demikian adanya?

Shalat kunci diterimanya amal ibadah lain. Hidup di dunia ini ibarat berada dalam antrian, setiap manusia akan mendapatkan giliran untuk dipanggil oleh Allah SWT, sebelum dipanggil kita diberi kesempatan untuk beramal. Segala amal perbuatan yang kita lakukan di dunia ini kelak akan diperiksa dan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah.

Dari sekian banyak amal ibadah kita kepada Allah, ada satu ibadah yang merupakan kunci dari seluruh ibadah dan amal yang lain, bila kita berupaya menjaga, memelihara dan berhasil melaksanakan dengan baik, akan terbuka ibadah dan segala amal yang lain. Adapun kunci dari segala ibadah dan amal yang lain adalah shalat.

Sebagamaina kita maklumi bersama, bahwa shalat lima waktu adalah amanat dan kewajiban utama yang terpenting, bagi semua umat Islam baik laki-laki maupun wanita wajib menunaikan, mendirikan, melaksanakan dan mengamalkannya selama hidup, shalat telah ditentukan tiap waktunya masing-masing.

Allah berfirman, “Sesungguhnya bagi orang Mukmin shalat itu adalah merupakan suatu Kewajiban yang telah ditentukan Waktunya.” (Q.S. An Nisa : 103).

Dan tiada alasan atas kewajiban shalat lima waktu ini untuk ditinggalkan, meskipun ditempat mana berada, dan dalam kondisi situasi apapun, karena Allah Maha Bijaksana dan selalu memudahkan kepada hamba-hamba-Nya. Bila tidak kuasa mendirikan shalat berdiri, diperbolehkan shalat sambil duduk, bila terhalang menenunaikan dengan duduk diizinkan shalat dengan berbaring.

Rasulullah SAW bersabda, “Amal perbuatan seseorang yang pertama kali akan dihisab (diperiksa), di hari kiamat nanti adalah shalat, maka barangsiapa diterima shalatnya, akan diterima seluruh amalnya, dan jika shalatnya ditolak akan tertolak seluruh amalnya.” (HR. At Thabrani, Mundzir dan At Tirmidzi).

Berdasarkan uraian hadis di atas dapat dipahami, bahwa kunci dari seluruh ibadah dan amalan kita adalah shalat, dengan jelas ditegaskan bahwa amal yang pertama kali diperiksa dan ditanyai Allah bila shalat diterima akan diterima seluruh amalnya, jika shalatnya ditolak akan tertolak seluruh amalnya.

Begitu pentingnya ibadah shalat bagi kita umat Islam, sehingga Allah, mengundang langsung Rasulullah untuk menerima amanat dan perintah shalat melalui peristiwa Isra Mi’raj, karena shalat dalam pelaksanaannya adalah merupakan hubungan langsung antara manusia dengan Allah.

Perintah ibadah shalat diturunkan langsung oleh Allah kepada Rasulullah, tanpa melalui perantara malaikat Jibril, seperti halnya perintah ibadah lainnya, shalat mempunyai kedudukan yang utama dalam Islam, sehingga diposisikan sebagai tiangnya agama.

Rasulullah bersabda, “Shalat itu merupakan tiang agama, barangsiapa yang mendirikannya, maka ia telah mendirikan agama, dan barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi).

Para ulama mengatakan bahwa ancaman bagi orang yang meremehkan dan melalaikan shalat, di akhirat kelak akan dijatuhkan kedalam neraka Zaqar, orang-orang yang disiksa di neraka Zaqar itu, hancur tulang belulangnya, kemudian utuh lagi, selanjutnya disiksa lagi terus-menerus hingga terasa benar segala pedih dan sakit deritanya, sebagaimana yang terkandung di dalam kitab suci Al-Quran, “Apa yang menyebakan kamu masuk ke neraka Zaqar??” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami juga tidak memberi makan orang miskin….” (Q.S. Al Muddatsir: 42 – 44).

Menurut huraian di atas, shalat membedakan sekaligus jurang pemisah antara keimanan dan kekufuran, sebagai pencegah terhadap perbuatan keji dan mungkar, serta shalat pula yang membedakan yang mensyukuri nikmat Allah, dan yang menyia-nyiakan. Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami (Allah), telah memberimu karunia yang banyak, dan karena itu, jadikanlah shalatmu semata-mata untuk Rabb-mu dan berqurbanlah dengan cara yang demikian ….” (Q.S. Al Kautsar: 1-2).

Shalat yang didirikan dengan khusyuk dan istiqamah, akan melahirkan dialog spiritual antara hamba dengan Allah, sehingga mampu mengatasi dan menjalani segala persoalan kehidupan dengan penuh optimis, sudah semestinya dan sejatinya sebagai seorang mukmin menjalani kehidupan di dunia ini menjadikan shalat dan sabar sebagai penolongnya, sehingga terhindar dari kehancuran dan menghantarkan pada keselamatan dunia dan akhirat.

Berdasarkan dari dalil yang dikemukakan, shalat merupakan faktor penting terhadap bisa diterimanya ibadah-ibadah yang lain, termasuk sedekah. Jadi tidak diterima sedekah seseorang jika ia tidak mengerjakan ibadah shalat, karena shalat merupakan kunci untuk terwujudnya ibadah lainnya.

Namun di sisi lain penulis mempunyai pandangan, bahwa ibadah lain, tidak diterima karena tidak shalat, lebih karena faktor atau kondisi tertentu, bukan semata-mata meninggalkan shalat secara umum. Ini bukan bermakna saya meringankan perbuatan meninggalkan shalat, sama sekali tidak, meninggalkan shalat tetaplah amat berat dosanya, pelakunya akan mendapatkan azab yang sangat berat, bahkan digolongkan ke dalam kelompok orang fasiq. Namun saya hanya ingin mempertajam dari sisi ketergantungan ibadah lain dengan shalat.

Menurut saya, kondisi dibalik tidak mengerjakan shalat sehingga tidak diterima ibadah lain tersebut ialah, “mereka dengan sengaja meninggalkan shalat tanpa dibenarkan oleh syariat, dan sekaligus mereka mengingkari tentang kewajiban shalat itu sendiri.” Jika kondisi seperti ini, maka ibadah lain tidak diterima akibat tidak shalat sebenarnya yang menjadikan tidak diterima ibadah lain lebih karena pengingkaran mereka terhadap kewajiban shalat, bukan semata-mata tidak shalat. Ketika mengingkari kewajiban shalat maka sama saja mengingkari pesan dalam Al-Quran yang mewajibkan shalat, ketika mengingkari bagian pesan Al-Quran yang sifatnya qat’i (tegas, jelas dan lugas) tentang kewajiban shalat, padahal semua persyaratan shalat sudah terpenuhi, baik dari sisi hukum takif (pembebanan) maupun hukum wad’i (faktor penting bisa dilaksanakan suatu yang sudah diperintahkan), maka sama saja dia mengingkari atau tidak percaya terhadap Al-Quran yang efeknya, akibat sikap demikian, ada bagian dari iman yang dicederai, padahal demikian itu tidak boleh terjadi. Jadi alhasil, tidak diterima ibadah lain karena mengingkari Al-Quran sekalipun tidak secara langsung dan terang terangan. Karena bukti keimanan itu harus didukung pula oleh tindakan. Jurang pemisah antara iman dan tidak, menurut saya bukan terletak pada tinggal shalat, sebenarnya pada pengingkaran terhadap kewajibannya. Jika alasan saya ini bisa diterima, maka orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja tetapi tetap meyakini shalat itu wajib untuknya, maka ibadah lain yang mereka lakukan tetap diterima oleh Allah.

Alasan pendukung lainnya untuk mendukung pandangan saya itu ialah, dalam Islam, shalat bukanlah rukun atau syarat wajib atau syarat sah untuk ibadah lainnya, umpanya shalat bukan syarat wajib, syarat sah, atau rukun untuk ibadah haji, puasa, zakat dan sedekah. Oleh karena itu, shalat bukan penentu sahnya ibadah lain. Karena tidak mengerjakan shalat bukanlah penghalang sah ibadah lain. Hanya sanya salah satu syarat sah ibadah seperti haji dan lain lain ialah, pelakunya harus mukmin.

Berdasarkan argumen pendukung ini, maka semakin memperkuat alasan saya di atas, bahwa pada dasarnya ibadah lain tidak terpengaruh diterima dan tidaknya dengan semata-mata tidak shalat murni, sedangkan keimanannya tidak tercederai.

Saya berpandangan, dalil-dalil di atas yang menjadikan shalat sebagai faktor kunci diterimanya ibadah lain bukan mengarah kepada tidak diterimanya ibadah lain secara langsung, tetapi proses hisab untuk amalan lain tidak akan dihisap ketika masalah shalat tidak tuntas. Dan redaksinya seperti terkesan memang tidak diterimanya ibadah lain, lebih kepada menekankan bahwa shalat itu sangat istimewa, sehingga proses untuk ibadah lain dipending selama tentang shalah masih bermasalah. Bukan penegasan untuk tidak diterima ibadah lain.

Kesimpulan akhir, tentang sah dan diterima suatu ibadah sifatnya mandiri, tidak terikat diterimanya satu ibadah dengan ibadah lainnya, terkhusus dalam masalah ini ibadah shalat tidak menjadi penentu diterimanya ibadah lain.

Wallu A’lam Bissawab.

0 komentar:

Posting Komentar